Jul 16, 2012

Romo Carolus

dari : http://www.hidupkatolik.com/2012/06/13/maarif-award-2012-romo-carolus-dan-bahruddin

  ROMO CAROLUS dan Ahmad Bahruddin

Maarif Award tahun ini dianugerahkan kepada Romo Charles Patrick Edward Burrows OMI dan Pendiri  Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah, Ahmad Bahruddin. Setelah melalui seleksi sejak Januari 2012, Maarif Institute for Culture and Humanity menetapkan dua orang tersebut sebagai pemenang.

Penganugerahan berlangsung di Grand Studio Metro TV, Kedoya, Jakarta Barat, Sabtu, 26/5. Maarif Award tahun ini adalah yang keempat. Sebelumnya, diberikan pada 2007, 2008, dan 2010. Maarif Award merupakan bentuk apresiasi dan pengakuan terhadap anak-anak bangsa yang berdedikasi tinggi untuk merawat keindonesiaan dan memperjuangkan kemanusiaan melalui kerja inisiatif kepemimpinan di tingkat lokal berbasis nilai-nilai keagamaan yang universal. Dengan cara ini, mereka ikut berkontribusi terhadap proses pembentukan karakter bangsa di tengah krisis kepemimpinan. Tujuan penghargaan ini ialah mencari model-model alternatif praktik kepemimpinan lokal yang konsisten menanamkan serta melembagakan nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan keadilan sosial di masyarakat akar rumput serta memperkuat harapan dan optimisme akan masa depan keindonesiaan dan kemanusiaan.

 Dalam sambutannya, Romo Carolus berkata, “Saya menyadari bahwa award ini lebih layak diberikan kepada mereka yang tiap hari bekerja keras dan dengan bangga membangun desa masing-masing.” Selain mendirikan sekolah, Romo Carolus juga membuat jalan agar masyarakat lebih mudah memasarkan hasil pertaniannya ke kota. "Di Eropa, pemerintah yang membuatkan jalan untuk masyarakat. Tetapi, di Indonesia masyarakat sendiri yang mengerjakannya," tukas Romo Carolus. Ia bercerita, rekan imam di tempatnya berkarya pernah menegurnya saat ia memunculkan ide agar sekolah yang ia dirikan menjadi sekolah inklusif, yaitu menerima anak-anak yang berkebutuhan khusus. Katanya, "Kamu punya ide bagus, tetapi yang repot dan susah bukan kamu, tetapi para guru. Beban mereka harus ditambah dengan mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.” "Saya adalah inisiator yang 'kurang ajar". Sebab seorang inisiator punya filosofi Tiga D yakni: Decide (memutuskan), Delegate (mendelegasikan), dan Disappear (menghilang),” ujarnya berkelakar, disambut tawa hadirin. Sementara Bahruddin yang aktif dalam kegiatan pemberdayaan petani dan pendidikan anak-anak melalui lembaga yang didirikannya, Kelompok Belajar Qaryah Thayyibah, di Salatiga, menyampaikan tiga hal. Pertama, hak rakyat adalah hak memperoleh layanan penuh dari negara yang bertanggung jawab untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas kehidupan mereka. Kedua, rakyat berhak penuh atas pendidikan. Negara wajib mendukung dan memfasilitasi rakyat untuk mengembangkan imajinasi, kreasi, dan inovasinya sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Ketiga, sungguh tidak tepat jika negara justru mengatur apalagi memaksakan kehendak atas sebuah sistem pendidikan. Dalam sambutannya, Bahruddin menceritakan bahwa seorang anak asuhannya mampu menyusun sebuah buku cerita komik, sambil menunjukkan buku tersebut. “Saya yakin, jika anak ini masuk sekolah formal, belum tentu dia bisa membuat komik. Sebab di sekolah tidak ada pelajaran komik. Pendidikan harus membantu siswa mengembangkan kreativitasnya. Jika ia mengikuti Ujian Nasional, ia akan menjadi korban. Sebaliknya, jika komik menjadi materi Ujian Nasional, maka akan lebih banyak lagi korban,” ujar Bahruddin disambut tepuk tangan hadirin. Bahruddin pun menutup sambutannya dengan berkata, "Sudah saatnya Ujian Nasional dihapuskan." Pendiri Maarif Award, Prof Dr H. Ahmad Syafi’i Ma'arif MA, mengatakan bahwa pilihan terhadap kedua orang ini sangat tepat. "Saya nggak banyak komentar lagi setelah mengetahui mereka menang. Mereka beragama secara otentik. Luar biasa, bahwa Romo Carolus mengatakan: Truk-truk saya lebih Katolik dari saya," katanya.

No comments: